PENDAHULUAN
Tanaman transgenik pertama kalinya dibuat tahun
1973 oleh Herbert Boyer dan Stanley Cohen. Pada tahun 1988 telah ada sekitar 23
tanaman transgenik,
pada tahun 1989 terdapat 30 tanaman, pada tahun 1990 lebih dari 40 tanaman.
Secara sederhana tanaman
transgenik dibuat dengan cara mengambil gen-gen tertentu yang baik pada makhluk
hidup lain untuk disisipkan pada tanaman, penyisipan gen ini melalui suatu
vektor (perantara) yang biasanya menggunakan bakteri Agrobacterium tumefeciens
untuk tanaman dikotil atau partikel gen untuk tanaman monokotil, lalu
diinokulasikan pada tanaman target untuk menghasilkan tanaman yang
dikehendaki (Muladno, 2002). .
Tujuan dari pengembangan tanaman
transgenik ini diantaranya adalah :
1.
menghambat pelunakan buah (pada tomat).
2.
tahan terhadap serangan insektisida, herbisida, virus.
3.
meningkatkan nilai gizi tanaman. Dan
4.
meningkatkan kemampuan tanaman untuk hidup pada lahan
yang ektrem seperti lahan kering, lahan keasaman tinggi dan lahan dengan kadar
garam yang tinggi.
Apakah rekayasa genetik? Rekayasa adalah rancang bangun (otak atik)
sedangkan genetik dari kata gen yang berarti materi pembawa sifat dari makhluk
hidup. Sebagai
contoh ada mangga yang rasanya manis ada juga yang rasanya kurang manis,
meskipun sama-sama buah mangganya dan tumbuh pada tanah yang sama tapi
mempunyai rasa yang berbeda.
Sifat-sifat itu
dikendalikan oleh suatu zat yang disebut gen. Gen inilah yang memegang kendali
mengapa angrek berbunga dan tomat berbuah. Sederhananya apabila kita dapat
mengisolasi potongan gen yang menyebabkan tomat berbuah lalu potongan gen itu
disisipkan pada gen angrek, maka angrek yang tidak berbunga tetapi berbuah
tomat, seperti yang terjadi di Jepang.
SEJARAH
Seleksi genetik untuk pemuliaan tanaman (perbaikan kualitas/sifat tanaman) telah dilakukan sejak tahun 8000
SM ketika praktik pertanian dimulai diMesopotamia. Secara
konvensional, pemuliaan tanaman dilakukan dengan memanfaatkan proses seleksi dan persilangan tanaman. Kedua proses
tersebut memakan waktu yang cukup lama dan hasil yang didapat tidak menentu
karena bergantung dari mutasi alamiah
secara acak. Contoh hasil pemuliaan tanaman konvensional adalah durian montong yang memiliki perbedaan sifat
dengan tetuanya, yaitu durian liar. Hal
ini dikarenakan manusia telah menyilangkan atau mengawinkan durian liar
dengan varietas lain untuk
mendapatkan durian dengan sifat unggul seperti durian montong.
Sejarah penemuan tanaman transgenik
dimulai pada tahun 1977 ketika bakteri Agrobacterium tumefaciens diketahui dapat
mentransfer DNA atau gen yang dimilikinya
ke dalam tanaman. Pada tahun 1983, tanaman transgenik pertama, yaitu bunga matahari yang
disisipi gen dari buncis (Phaseolus vulgaris) telah berhasil dikembangkan oleh
manusia. Sejak saat itu, pengembangan tanaman transgenik untuk kebutuhan
komersial dan peningkatan tanaman terus dilakukan manusia. Tanaman
transgenik pertama yang berhasil diproduksi dan dipasarkan adalah jagung dan
kedelai. Keduanya diluncurkan pertama kali di Amerika Serikat pada tahun 1996. Pada tahun 2004, lebih dari 80 juta hektar
tanah pertanian di dunia telah ditanami dengan tanaman transgenik dan 56%
kedelai di dunia merupakan kedelai transgenik.
TANAMAN TRANSGENIK
Transgenik terdiri dari kata trans yang berarti pindah dan gen yang
berarti pembawa sifat. Jadi transgenik adalah memindahkan gen dari satu makhluk
hidup ke makhluk hidup lainnya, baik dari satu tanaman ketanaman lainnya, atau
dari gen hewan ke tanaman.
Transgenik secara definisi adalah the use of gene manipulation to
permanently modify the cell or germ cells of organism (penggunaan manipulasi
gen untuk mengadakan perubahan yang tetap pada sel makhluk hidup).
Teknologi Transgenik atau kloning juga sering dilakukan pada dunia
peternakan, separti domba dolly yang diambil dari gen sel ambing susu domba
yang ditransplantasikan ke sel telurnya sendiri. Pada ikan-ikan teleostei,
menghasilkan ikan yang resisten terhadap pembusukan dan penyakit.
Rekayasa Genetika (RG), merupakan salah satu teknologi baru dalam
bidang biologi. Salah satu produk RG yang dikenal saat ini adalah tanaman
transgenik. Tanaman ini dihasilkan dengan cara mengintroduksi gen tertentu ke
dalam tubuh tanaman sehingga diperoleh sifat yang diinginkan. Jenis-jenis
tanaman transgenik yang telah dikenal diantaranya tanaman tahan hama, toleran
herbisida, tahan antibiotik, tanaman dengan kualitas nutrisi lebih baik,serta dengan produktifitas lebih tinggi (anonymous,
2010).
PEMBUATAN TANAMAN TRANSGENIK
Untuk membuat suatu tanaman
transgenik, pertama-tama dilakukan identifikasi atau pencarian gen yang akan
menghasilkan sifat tertentu (sifat yang diinginkan).]Gen yang
diinginkan dapat diambil dari tanaman lain, hewan, cendawan, atau bakteri. Setelah gen
yang diinginkan didapat maka dilakukan perbanyakan gen yang disebut dengan
istilah kloning gen. Pada
tahapan kloning gen, DNA
asing akan dimasukkan ke dalam vektor kloning(agen pembawa
DNA), contohnya plasmid (DNA yang
digunakan untuk transfer gen). Kemudian, vektor kloning akan dimasukkan ke
dalam bakteri sehingga DNA dapat diperbanyak seiring dengan
perkembangbiakan bakteri tersebut. Apabila
gen yang diinginkan telah diperbanyak dalam jumlah yang cukup maka akan
dilakukan transfer gen asing tersebut ke dalam sel tumbuhan yang berasal dari
bagian tertentu, salah satunya adalah bagian daun. Transfer gen ini
dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu metode senjata gen, metode transformasi DNA yang diperantarai bakteri Agrobacterium tumefaciens, dan elektroporasi (metode
transfer DNA dengan bantuan listrik).
- Metode senjata gen atau penembakan mikro-proyektil. Metode ini sering digunakan pada spesies jagung dan padi. Untuk melakukannya, digunakan senjata yang dapat menembakkan mikro-proyektil berkecepatan tinggi ke dalam sel tanaman. Mikro-proyektil tersebut akan mengantarkan DNA untuk masuk ke dalam sel tanaman. Penggunaan senjata gen memberikan hasil yang bersih dan aman, meskipun ada kemungkinan terjadi kerusakan sel selama penembakan berlangsung.
- Metode transformasi yang diperantarai oleh Agrobacterium tumefaciens. Bakteri Agrobacterium tumefaciens dapat menginfeksi tanaman secara alami karena memiliki plasmid Ti, suatu vektor (pembawa DNA) untuk menyisipkan gen asing. Di dalam plasmid Ti terdapat gen yang menyandikan sifat virulensi untuk menyebabkan penyakit tanaman tertentu. Gen asing yang ingin dimasukkan ke dalam tanaman dapat disisipkan di dalam plasmid Ti. Selanjutnya, A. tumefaciens secara langsung dapat memindahkan gen pada plasmid tersebut ke dalam genom (DNA) tanaman. Setelah DNA asing menyatu dengan DNA tanaman maka sifat-sifat yang diinginkan dapat diekspresikan tumbuhan.
- Metode elektroporasi. Pada metode elektroporasi ini, sel tanaman yang akan menerima gen asing harus mengalami pelepasan dinding sel hingga menjadi protoplas (sel yang kehilangandinding sel). Selanjutnya sel diberi kejutan listrik dengan voltase tinggi untuk membuka pori-pori membran sel tanaman sehingga DNA asing dapat masuk ke dalam sel dan bersatu (terintegrasi) dengan DNA kromosom tanaman. Kemudian, dilakukan proses pengembalian dinding sel tanaman.
Setelah proses transfer DNA selesai,
dilakukan seleksi sel daun untuk mendapatkan sel yang berhasil disisipi gen
asing. Hasil seleksi ditumbuhkan menjadi kalus (sekumpulan
sel yang belum terdiferensiasi) hingga nantinya terbentuk akar dan tunas. Apabila
telah terbentuk tanaman muda (plantlet), maka dapat dilakukan pemindahan ke
tanah dan sifat baru tanaman dapat diamati.
Contoh-contoh
Beberapa contoh tanaman transgenik
yang dikembangkan di dunia tertera pada tabel di bawah ini.
Jenis tanaman
|
Sifat yang telah dimodifikasi
|
Modifikasi
|
Foto
|
Padi
|
Mengandung provitamin A (beta-karotena) dalam jumlah tinggi.
|
Gen dari tumbuhan narsis, jagung, dan bakteri Erwinia disisipkan pada kromosom
padi.
|
|
Jagung, kapas, kentang
|
Tahan (resisten) terhadap hama.
|
Gen toksin Bt dari bakteri Bacillus thuringiensis ditransfer
ke dalam tanaman.
|
|
Tembakau
|
Tahan terhadap cuaca dingin.
|
Gen untuk mengatur pertahanan pada cuaca dingin dari
tanaman Arabidopsis thaliana atau
dari sianobakteri (Anacyctis nidulans) dimasukkan ke
tembakau.
|
|
Tomat
|
Proses pelunakan tomat diperlambat sehingga tomat dapat
disimpan lebih lama dan tidak cepat busuk.
|
Gen khusus yang disebut antisenescens ditransfer
ke dalam tomat untuk menghambatenzim poligalakturonase (enzim
yang mempercepat kerusakan dinding sel tomat). Selain menggunakan gen dari
bakteri E. coli, tomat transgenik juga dibuat dengan memodifikasi
gen yang telah dimiliknya secara alami.
|
|
Kedelai
|
Mengandung asam oleat tinggi dan tahan terhadap herbisidaglifosat. Dengan demikian, ketika disemprot dengan herbisida tersebut, hanya gulma di sekitar
kedelai yang akan mati.
|
Gen resisten herbisida dari bakteri Agrobacterium galur
CP4 dimasukkan ke kedelai dan juga digunakan teknologi molekular untuk
meningkatkan pembentukan asam oleat
|
|
Ubi jalar
|
Tahan terhadap penyakit tanaman yang disebabkan virus.
|
Gen dari selubung virus tertentu ditransfer ke
dalam ubi jalar dan dibantu dengan teknologiperedaman gen.
|
|
Kanola
|
Menghasilkan minyak kanola yang mengandung asam laurat tinggi sehingga lebih menguntungkan untuk
kesehatan dan secara ekonomi. Selain itu, kanola transgenik yang disisipi gen
penyandi vitamin E juga telah ditemukan.
|
Gen FatB dari Umbellularia
californica ditransfer ke dalam tanaman
kanola untuk meningkatkan kandungan asam laurat.
|
|
Pepaya
|
Resisten terhadap virus tertentu, contohnya Papaya
ringspot virus(PRSV).
|
Gen yang menyandikan selubung virus PRSV ditransfer ke
dalam tanaman pepaya.
|
|
Melon
|
Buah tidak cepat busuk.
|
Gen baru dari bakteriofag T3 diambil untuk mengurangi
pembentukan hormon etilen (hormon yang berperan dalam pematangan buah)
di melon.
|
|
Bit gula
|
Tahan terhadap herbisida glifosat dan glufosinat.
|
Gen dari bakteri Agrobacterium galur
CP4 dan cendawan Streptomyces
viridochromogenesditransfer ke dalam tanaman bit gula.
|
|
Prem (plum)
|
Resisten terhadap infeksi virus cacar prem (plum pox
virus).
|
Gen selubung virus cacar prem ditransfer ke
tanaman prem.
|
|
Gandum
|
Gen penyandi enzim kitinase (pemecah dinding sel cendawan) dari jelai (barley)
ditransfer ke tanaman gandum.
|
APLIKASI YANG TELAH DIKEMBANGKAN
Beberapa tanaman transgenik telah
diaplikasikan untuk menghasilkan tiga macam sifat unggul, yaitu tahan hama, tahan herbisida, dan buah yang
dihasilkan tidak mudah busuk. Tanaman jagung dan kapas transgenik dengan sifat
tahan hama telah diproduksi secara massal dan dipasarkan di dunia. Gen asing
yang banyak digunakan untuk sifat resistensi hama ini adalah gen penyandi
toksin Bt dari bakteri Bacillus thuringiensis. Sejak tahun 1996, Monsanto, salah satu
perusahaan multinasional di bidang bioteknologi, telah menjual benih kapas transgenik
dengan merek dagang "Bollgard". Selain itu, tanaman kedelai dan kanola tahan
herbisida juga telah dijual ke berbagai negara, termasuk Indonesia, dengan merek
"Roundup Ready".
Tanaman tomat transgenik
dengan sifat pematangan buah diperlambat pernah diproduksi oleh Calgene pada tahun 1994 dan dipasarkan
di Amerika Serikat dengan merek "Flavr Savr".Biasanya,
tanaman tomat alami dipanen dalam keadaan masih hijau dan belum matang kemudian
disemprot dengan gas etilen untuk
membuat buah matang dan berwarna merah. Namun, rasa tomat yang
dihasilkan umumnya kurang terasa. Tujuan pembuatan tomat transgenik tersebut
adalah untuk memperpanjang masa simpan dan menghindari pembusukan buah selamatransportasi dari lahan
penanaman ke tempat penjualan. Namun, penjualan Flavr Savr ditarik dalam
waktu kurang dari setahun karena alasan kesehatan dan penjualannya mengalami
kerugian. Produk tersebut tidak banyak terjual karena harganya dua kali
lipat dari tomat biasa namun rasa yang dihasilkan sama.
APLIKASI YANG SEDANG DIKEMBANGKAN
Dalam tahap penelitian, tanaman
transgenik sedang diaplikasikan untuk menghasilkan senyawa yang bermanfaat bagi
kesehatan manusia, seperti vitamin A dan vaksin. Untuk produksi vaksinyang dapat dimakan
(edible vaccine), contoh tanaman yang sedang dikembangkan adalah pisang, kentang, dan tomat. Salah satu
tanaman transgenik yang sudah diteliti sejak tahun 1980 untuk mengurangi jumlah
penderita defisiensi (kekurangan) vitamin A adalah padi emas. Aplikasi lain
yang sedang dikembangkan adalah penggunaan tanaman untuk membersihkan polusi
tanah dari senyawa beracun (seperti arsen) dan logam berat (contohnya merkuri). Gen asing
dari bakteri ditransfer
ke dalam tembakau dan Arabidopsis sehingga
kedua tanaman tersebut dapat menarik merkuri dalam tanah
dan mengubahnya menjadi senyawa yang mudah menguap serta tidak berbahaya.
Tanaman Arabidopsis juga
dikembangkan untuk memproduksi poli(3-hidroksibutirat) atau PHB, suatu bahan pembentuk plastik yang mudah diurai (biodegradable). Sebagian
besar plastik yang ada dibuat dari sumber daya yang tidak dapat diperbaharui,
salah satunya adalah minyak bumi. Untuk
mengurangi penggunaan sumber daya tersebut, digunakan PHB yang dihasilkan
oleh bakteri, seperti Alcaligenes eutrophus. Empat pen pembentuk PHB dari
bakteri tersebut telah ditransfer ke Arabidopsis sehingga
tanaman tersebut dapat menghasilkan PHB. Penelitian tentang PHB dari tumbuhan
masih dalam tahap pengembangan sebelum diproduksi massal.
DAMPAK
TANAMAN TRANSGENIK TERHADAP LINGKUNGAN
Perkembangan teknologi tanaman transgenik mengalami peningkatan
cukup pesat. Pada awal tahun 1988, baru ada sekitar 23 jenis tanaman transgenik
yang diproduksi. Namun pada tahun 1989, terjadi peningkatan menjadi 30 tanaman
dan tahun 1990 terdapat 40 tanaman. Akan tetapi meskipun perkembangannya cukup
pesat, terdapat berbagai kekhawatiran masyarakat terhadap tanaman transgenik.
Seperti kita ketahui bahwa, ”tidak ada teknologi tanpa resiko”, dan memang
masih banyak kelemahan yang harus diperbaiki dan dikontrol dalam pengembangan
tanaman transgenik ini.
Adapun beberapa pengaruh negatif dari produk tanaman transgenik yang
dapat mengancam lingkungan sebagai berikut:
1. Potensi
erosi plasma nutfah
Penggunaan tembakau transgenik telah memupus kebanggaan Indonesia akan
tembakau Deli yang telah ditanam sejak tahun 1864. Tidak hanya plasma nutfah
tanaman, plasma nutfah hewan pun mengalami ancaman erosi serupa. Sebagai
contoh, dikembangkannya tanaman transgenik yang mempunyai gen dengan efek
pestisida, misalnya jagung Bt, ternyata dapat menyebabkan kematian larva
spesies kupu-kupu raja (Danaus plexippus) sehingga dikhawatirkan akan
menimbulkan gangguan keseimbangan ekosistem akibat musnahnya plasma nutfah
kupu-kupu tersebut (anonymous, 2010).
Hal ini terjadi karena gen resisten pestisida yang terdapat di dalam
jagung Bt dapat dipindahkan kepada gulma milkweed (Asclepia curassavica) yang
berada pada jarak hingga 60 m darinya. Daun gulma ini merupakan pakan bagi
larva kupu-kupu raja sehingga larva kupu-kupu raja yang memakan daun gulma
milkweed yang telah kemasukan gen resisten pestisida tersebut akan mengalami kematian.
Dengan demikian, telah terjadi kematian organisme nontarget, yang cepat atau
lambat dapat memberikan ancaman bagi eksistensi plasma nutfahnya.
2.
Potensi pergeseran gen
Daun tanaman tomat transgenik yang resisten terhadap serangga
Lepidoptera setelah 10 tahun ternyata mempunyai akar yang dapat mematikan
mikroorganisme dan organisme tanah, misalnya cacing tanah.
Tanaman tomat transgenik ini dikatakan telah mengalami pergeseran gen
karena semula hanya mematikan Lepidoptera tetapi kemudian dapat juga mematikan
organisme lainnya. Pergeseran gen pada tanaman tomat transgenik semacam ini
dapat mengakibatkan perubahan struktur dan tekstur tanah di areal
pertanamannya.
3.
Potensi pergeseran ekologi
Organisme transgenik dapat pula mengalami pergeseran ekologi. Organisme
yang pada mulanya tidak tahan terhadap suhu tinggi, asam atau garam, serta
tidak dapat memecah selulosa atau lignin, setelah direkayasa berubah menjadi
tahan terhadap faktor-faktor lingkungan tersebut. Pergeseran ekologi organisme
transgenik dapat menimbulkan gangguan lingkungan yang dikenal sebagai gangguan
adaptasi.
4. Potensi
terbentuknya barrier species
Adanya mutasi pada mikroorganisme transgenik menyebabkan terbentuknya
barrier species yang memiliki kekhususan tersendiri. Salah satu akibat yang
dapat ditimbulkan adalah terbentuknya superpatogenitas pada mikroorganisme.
5. Potensi
mudah diserang penyakit
Tanaman transgenik di alam pada umumnya mengalami kekalahan kompetisi
dengan gulma liar yang memang telah lama beradaptasi terhadap berbagai kondisi
lingkungan yang buruk. Hal ini mengakibatkan tanaman transgenik berpotensi
mudah diserang penyakit dan lebih disukai oleh serangga. Penggunaan
tanaman transgenik yang resisten terhadap herbisida akan mengakibatkan peningkatan
kadar gula di dalam akar. Akibatnya, akan makin banyak cendawan dan bakteri
yang datang menyerang akar tanaman tersebut. Dengan perkataan lain, terjadi
peningkatan jumlah dan jenis mikroorganisme yang menyerang tanaman transgenik
tahan herbisida. Jadi, tanaman transgenik tahan herbisida justru memerlukan
penggunaan pestisida yang lebih banyak, yang dengan sendirinya akan menimbulkan
masalah tersendiri bagi lingkungan.
Kekhawatiran bahwa tanaman transgenik menimbulkan keracunan
Masyarakat mengkhawatirkan bahwa produk transgenik berupa tanaman tahan serangga yang mengandung gen Bt (Bacillus thuringiensis) yang berfungsi sebagai racun terhadap serangga, juga akan berakibat racun pada manusia. Kehawatiran ini disanggah dengan pendapat bahwa gen Bt hanya dapat bekerja aktif dan bersifat racun jika bertemu dengan reseptor dalam usus serangga dari golongan yang sesuai virulensinya. Sebagai contoh gen Cry I pada Bt hanya kompatibel terhadap serangga golongan Lepidoptera, sedangkan gen Cry III kompatibel terhadap serangga golongan Coleoptera.
Masyarakat mengkhawatirkan bahwa produk transgenik berupa tanaman tahan serangga yang mengandung gen Bt (Bacillus thuringiensis) yang berfungsi sebagai racun terhadap serangga, juga akan berakibat racun pada manusia. Kehawatiran ini disanggah dengan pendapat bahwa gen Bt hanya dapat bekerja aktif dan bersifat racun jika bertemu dengan reseptor dalam usus serangga dari golongan yang sesuai virulensinya. Sebagai contoh gen Cry I pada Bt hanya kompatibel terhadap serangga golongan Lepidoptera, sedangkan gen Cry III kompatibel terhadap serangga golongan Coleoptera.
Selain itu, gen-gen tersebut hanya dapat berfungsi pada usus serangga
yang berpH basa. Sedangkan pada usus manusia, tidak terdapat reseptor gen Bt
dan memiliki pH usus yang bersifat asam. Dengan demikian, tanaman yang
mengandung Bt Toxin merupakan pestisida alami yang aman bagi serangga, hewan
dan manusia. Percobaan memberi makan tikus dengan kentang transgenik Bt
var. Kurstaki Cry 1. Hasil yang diperoleh ternyata memperlihatkan gejala villus
ephitelial cell hypertrophy, multinucleation, disrupted microvili, degenerasi
mitokondrial, peningkatan jumlah lisosom, autofagic vacuoles, serta pengaktifan
crypt paneth cell.
Timbul pula kekhawatiran masyarakat terhadap
kemungkinan alergi
Sekitar 1-2% orang dewasa dan 4-6% anak-anak mengalami alergi terhadap makanan. Penyebab alergi (allergen) tersebut diantaranya brazil nut, crustacean, gandum, ikan, kacang-kacangan, dan padi (anonymous, 2010). Konsumsi produk makanan dari kedelai yang diintroduksi dengan gen penghasil protein metionin dari tanaman brazil nut, diduga menimbulkan alergi terhadap manusia. Hal ini diketahui lewat pengujian skin prick test yang menunjukkan bahwa kedelai transgenik tersebut memberikan hasil positif sebagai allergen.
Sekitar 1-2% orang dewasa dan 4-6% anak-anak mengalami alergi terhadap makanan. Penyebab alergi (allergen) tersebut diantaranya brazil nut, crustacean, gandum, ikan, kacang-kacangan, dan padi (anonymous, 2010). Konsumsi produk makanan dari kedelai yang diintroduksi dengan gen penghasil protein metionin dari tanaman brazil nut, diduga menimbulkan alergi terhadap manusia. Hal ini diketahui lewat pengujian skin prick test yang menunjukkan bahwa kedelai transgenik tersebut memberikan hasil positif sebagai allergen.
Alergi tersebut belum tentu disebabkan karena konsumsi tanaman
transgenik. Hal ini dikarenakan semua allergen merupakan protein sedangkan
semua protein belum tentu allergen. Allergen memiliki sifat stabil dan
membutuhkan waktu yang lama untuk terurai dalam sistem pencernaan, sedangkan
protein bersifat tidak stabil dan mudah terurai oleh panas pada suhu >65 C
sehingga jika dipanaskan tidak berfungsi lagi.
Dalam hal ini, lagi-lagi pendapat tersebut masih berupa asumsi. Akan
tetapi, memang saat ini belum ada cara yang dapat diandalkan untuk menguji
makanan RG yang bersifat allergen, sehingga kasus ini masih berupa prediksi
yang belum jelas kesimpulannya. Kekhawatiran
terhadap kemungkinan menyebabkan bakteri pada tubuh manusia dan tahan
antibiotik. Kekhawatiran lain muncul pada tanaman yang diintroduksi antibiotik
Kanamicyn R (Kan R) ke tanaman, diduga menyebabkan bakteri dalam tubuh menjadi
resisten terhadap antibiotik.
Sampai saat ini belum ada laporan ilmiah di Indonesia yang
membuktikan mengenai bahaya produk transgenik, selain reaksi alergis (produk
ini telah ditarik dari pasaran). Sehingga,sampai saat ini, tanaman transgenik
masih layak untuk dikonsumsi. Akan tetapi, memang diakui bahwa publikasi
mengenai resiko makanan produk RG terhadap hewan dan manusia, masih sangat
sedikit.
Padahal mungkin sebenarnya
dampak negatif konsumsi tanaman transgenik sudah banyak terjadi di masyarakat
hanya saja tidak banyak data yang membuktikannya. Di negara maju
seperti Amerika, urusan mengenai produk RG ditangani oleh FDA (Badan Makanan
dan Obat-Obatan Amerika). Pihak FDA ini membuat pedoman keamanan
pangan melalui telaah ulang produk transgenik, dengan didasarkan uji reaksi
sifat alergen-non alergen, analisis nutrisi, sifat potensial toksisitas-non
toksisitas, sifat fenotip dan reaksi molekuler. Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa tanaman transgenik yang diproduksi saat ini masih dalam tahap uji coba,
sehingga untuk mengkonsumsinya, dibutuhkan sikap kritis dan ketelitian
masyarakat dalam mencari informasi dan penggunaannya.
Indonesia perlu mewaspadai
masuknya produksi tanaman yang sudah dimodifikasi secara genetik (transgenik),
karena sekarang di Amerika 27 % produksi kedelai dan 24 % produksi jagungnya
berasal dari hasil rekaysa genetika . demikian juga dengan hasil tanaman lain
seperti tomat dan kanola. Kewaspadaan itu perlu mengingat indonesia mengimpor
kedelai dan jagung dari Amerika dengan jumlah yang cukup besar, umumnya ada
tiga gen yang diintroduksi ke tanaman, yaitu ketahanan herbisida, ketahanan
tehadap penyakit, memperbaiki mutu panen. namu dampaknya tehadap lingkungan dan
ketergantungan ekonomi perlu dikaji lebih lanjut.
Terhadap lingkungan tanaman
transgenik dengan modifikasi tahan terhadap virus dapat memunculkan strain
virus dulu yang lebih ganas dan dapat memunculkan gulma super yang tahan
herbisida. Tipe kubis-kubisan yang diberi gen ketahanan terhadap herbisida
serbuk sarinya membuahi tanaman yang merupakan gulma, dikhawatirkan biji yang
dihasilkan berkembang menjadi gulma yang tahan terhadap herbisida. Burung yang
makan dari tanaman transgenik akan menurun kemampuan reproduksinya. Tanaman
jagung yang telah ditambahkan gen tahan serangga bakteri baccilus serangga
disekitar kebun akan menurun daya hidupnya, gen pada bakteri bacillus berfungsi
merusak pencernaan pada serangga, sehingga berfungsi sebagai insectisida.
Insectisida yang terkandung
pada jagung dapat mengendap ditubuh manusia, dan dapat menimbulkan berbagai
penyakit. Secara garis besar, yang dikhawatirkan dari
tanaman transgenik adalah:
1.
Terjadinya silang luar
2.
Adanya efek kompensasi
3.
Munculnya hama target yang tahan terhadap insektisida
4.
Munculnya efek samping terhadap hama non target (Muladno, 2002)
KONTROVERSI
Kampanye penolakan jagung Bt di
Kenya, Afrika.
Perkembangan tanaman transgenik dapat
diterima dengan baik oleh Amerika Serikat, Argentina, Cina, dan Kanada. Namun,
banyak negara Eropa yang menolak
tanaman transgenik karena kekhawatiran terhadap potensi gangguan kesehatan
konsumen dan kerusakan lingkungan.
PENGARUH PADA KESEHATAN MANUSIA
Sikap kontra terhadap produk tanaman
transgenik umumnya berasal dari organisasi non-pemerintah/LSM, seperti Greenpeace dan Friends of the Earth Internasional. Dari segi kesehatan, tanaman ini
dianggap dapat menjadi alergen (senyawa
yang menimbulkan alergi) baru bagi manusia. Untuk menanggapi hal tersebut,
para peneliti menyatakan bahwa sebelum suatu tanaman transgenik diproduksi
secara massal, akan melakukan berbagai pengujian potensi alergi dan toksisitas untuk menjamin agar produk
tanaman tersebut aman untuk dikonsumsi. Apabila berpotensi menyebabkan
alergi, maka tanaman transgenik tersebut tidak akan dikembangkan lebih lanjut. Kekhawatiran
lain yang timbul di masyarakat adalah kemungkinan gen asing pada tanaman
transgenik dapat berpindah ke tubuh manusia apabila dikonsumsi. Pendapat
tersebut dinilai berlebihan oleh para ilmuwan karena
makanan yang berasal dari tanaman transgenik akan terurai menjadi unsur-unsur
yang dapat diserap tubuh sehingga tidak akan ada gen aktif. Untuk memberikan
kebebasan kepada masyarakat dalam memilih produk transgenik atau produk alami,
berbagai negara, khususnya negara-negara Eropa, telah melakukan pemberian label
terhadap produk transgenik. Pelabelan tersebut juga bertujuan untuk
memberikan informasi kepada konsumen sebelum mengonsumsi hasil tanaman
transgenik.
PENGARUH PADA LINGKUNGAN (EKOLOGIS)
Peta penerimaan produk transgenik di
dunia.
Penolakan terhadap budidaya tanaman transgenik
muncul karena dianggap berpotensi mengganggu keseimbangan ekosistem. Salah
satunya adalah terbentuknya hama atau gulma super (yang
lebih kuat atau resisten) di lingkungan. Kekhawatiran ini terlihat jelas pada
perdebatan mengenai jagung Bt yang memiliki racun Bt untuk membunuh hama lepidoptera berupa ngengat dan kupu-kupu tertentu. Ada
kemungkinan hama yang ingin dibunuh dapat beradaptasi dengan tanaman tersebut
dan menjadi hama yang lebih tahan atau resisten terhadap racun Bt. Selain
itu, kupu-kupu Monarch, yang bukan merupakan hama jagung, ikut terkena
dampak berupa peningkatan kematian akibat memakan daun tumbuhan perdu (Asclepias) yang
terkena serbuk sari dari jagung Bt. Penelitian mengenai kupu-kupu Monarch tersebut
dapat disanggah oleh studi lainnya yang menyatakan bahwa kupu-kupu tersebut
mati karena habitatnya dirusak dan hal ini tidak berhubungan sama sekali dengan
jagung Bt. Di sisi lain, penggunaan tanaman transgenik seperti jagung Bt telah
menurunkan penggunaan pestisida secara
signifikan sehingga mengurangi pencemaran kimia ke lingkungan. Selain itu,
petani juga merasakan dampak ekonomis dengan penghematan biaya pembelian pestisida.
Kontroversi lain yang berkaitan dengan
isu ekologi adalah
timbulnya perpindahan gen secara tidak terkendali dari tanaman transgenik ke
tanaman lain di alam melalui penyerbukan (polinasi). Serbuk
sari dari tanaman transgenik dapat terbawa angin dan hewan hingga
menyerbuki tanaman lain. Akibatnya, dapat terbentuk tumbuhan baru dengan sifat
yang tidak diharapkan dan berpotensi merugikan lingkungan. Sebagai
tindakan pencegahan, beberapa tanaman yang disisipi gen untuk
mempercepat pertumbuhan dan reproduksi tanaman, seperti: alfalfa (Medicago
sativa), kanola, bunga matahari, dan padi, disarankan untuk
dibudidayakan pada daerah tertutup (terisolasi) atau dibatasi dengan daerah
penghalang. Hal itu dilakukan untuk menekan perpindahan serbuk sari ke tanaman
lain, terlebih gulma. Apabila
gulma memiliki gen tersebut
maka pertumbuhannya akan semakin tidak terkendali dan dengan cepat dapat
merusak berbagai daerah pertanian di
sekitarnya. Hingga sekarang belum terdapat petunjuk bahwa transfer
horizontal ini telah menyebabkan munculnya "gulma super", meskipun
telah diketahui terjadi transfer horizontal.
PENGARUH ETIKA DAN AGAMA
Dari segi etika, pihak yang
kontra dengan tanaman transgenik menganggap bahwa rekayasa atau manipulasi
genetik tanaman merupakan tindakan yang tidak menghormati penciptaan Tuhan. Perubahan
sifat tanaman dengan penambahan gen asing juga dianggap sebagai tindakan
"bermain sebagai Tuhan" karena mengubah makhluk yang telah
diciptakan-Nya. Pemikiran teologis Katolik memandang
bahwa manipulasi atau rekayasa genetik merupakan suatu kemungkinan yang
disediakan oleh Tuhan karena
tanaman diberikan kepada manusia untuk dipelihara dan dimanfaatkan. Dalam
sudut pandang agama tersebut,
modifikasi genetika tanaman tidak berlawanan dengan ajaran Gereja Katolik, namun
kelestarian alam juga harus diperhatikan karena merupakan tanggung jawab
manusia. Dalam menanggapi isu tentang tanaman transgenik, Dewan Yuriprudensi Islam dan Badan Sertifikasi Makanan Islam di Amerika (IFANCA) menyatakan
bahwa makanan dari tanaman transgenik yang ada telah dikembangkan
bersifat halal dan dapat
dikonsumsi oleh umatIslam. Untuk
tanaman yang disisipi gen dari binatang haram, produk tanaman
transgenik tersebut akan disebut Masbuh, yang berarti masih
diragukan (belum diketahui) status halal atau haramnya. Sertifikasi
makanan yang telah dikeluarkan oleh IFANCA juga diakui dan diterima oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI), Majelis Ulama Islam
Singapura (MUIS), Liga Muslim Dunia, Arab Saudi, dan pemerintah Malaysia.
Pihak yang mendukung tanaman
transgenik menganggap bahwa transfer gen dari suatu makhluk hidup ke makhluk
lainnya merupakan hal yang alamiah dan biasa terjadi di alam sejak pertama kali
berlangsungnya kehidupan. Mereka juga berargumen bahwa persilangan
berbagai jenis padi yang
dilakukan untuk mendapatkan padi dengan sifat unggul telah dilakukan para
petani sejak dahulu. Perkawinan berbagai varietas padi tanpa disadari
telah mencampur gen-gen yang ada di tanaman tersebut. Para ilmuwan hanya
mempercepat proses transfer gen tersebut secara sengaja dan sistematis.
PENGARUH TERHADAP EKONOMI GLOBAL
Riset dan
pengembangan tanaman transgenik membutuhkan biaya yang besar dan umumnya
dilakukan oleh perusahaan perusahaan swasta maupun pemerintah di negara maju.Untuk mengembalikan biaya investasi perusahaan
dan melindungi produk hasil investasinya, tanaman transgenik yang telah diproduksi
akan dipatenkan. Di
dalam salah satu laporan kerja Komisi Eropa, disebutkan bahwa
pemberlakuan paten pada produk transgenik dapat mengakibatkan petani kehilangan
kemampuan memproduksi benih secara mandiri dan harus membeli pada produsen dari negara
maju. Ketergantungan para petani terhadap produsen juga semakin meningkat
dengan ditemukannya teknologi "gen bunuh diri".Sebagian tanaman transgenik
disisipi "gen bunuh diri" yang menyebabkan tanaman hanya bisa ditanam
satu kali dan biji keturunan selanjutnya bersifat mandul (tidak dapat
berkembang biak). Hal ini akan menyebabkan terjadinya arus modal dari negara berkembang ke negara maju untuk pembelian bibit transgenik setiap kali akan melakukan penanaman
Para petani di negara-negara dunia ketiga khawatir
bila harga benih akan menjadi mahal karena pemberlakuan paten dan mekanisme
"gen bunuh diri" yang dilakukan oleh produsen benih. Jika petani
tersebut tidak mampu membeli benih transgenik maka kesenjangan ekonomi antara negara penghasil tanaman transgenik dan negara berkembang
sebagai konsumen akan semakin
melebar. Salah satu usaha mencegah terjadinya kesenjangan tersebut pernah
dilakukan oleh Yayasan Rockefeller. Yayasan yang berpusat
di Amerika Serikat tersebut telah menjual benih
transgenik dengan harga yang lebih murah kepada negara-negara miskin.
Di beberapa negara bagian Brasil, pelarangan
tanaman transgenik telah mengakibatkan terjadinya penyelundupan benih transgenik oleh para
petani di negara tersebut. Mereka takut akan menderita kerugian ekonomi
apabila tidak mampu bersaing di pasar global dengan negara pengekspor serealia lainnya.
TANAMAN TRANSGENIK DI INDONESIA
Pertanian di Indonesia belum
menghasilkan tanaman transgenik sendiri.
Pada tahun 1999, Indonesia pernah
melakukan uji coba penanaman kapas transgenik di Sulawesi Selatan. Uji coba itu dilakukan oleh PT Monagro Kimia dengan memanfaatkan benih
kapas transgenik Bt dari Monsanto. Hal itu
mendatangkan banyak protes dari berbagai LSM sehingga pada
bulan September 2000, areal kebun kapas transgenik seluas 10.000 ha gagal
dibuka. Pada tahun yang sama, kampanye penerimaan kapas transgenik
diluncurkan dengan melibatkan petani kapas dan ahli
dalam dan luar negeri. Kasus tersebut berlangsung dengan pelik hingga pada
Desember 2003, pemerintah Indonesia menghentikan komersialisasi kapas
transgenik. Suatu studi kelayakan finansial terhadap kapas transgenik
sempat dilakukan pada tahun 2001 di tiga kabupaten di Sulawesi Selatan, yaitu Bulukumba, Bantaeng, dan Gowa Hasil studi
tersebut menunjukkan bahwa budidaya kapas transgenik lebih menguntungkan
secara finansial dibandingkan
kapas nontransgenik.
Pada tahun 2007, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Badan Litbang) telah
menargetkan Indonesia untuk
memiliki padi dan jagung transgenik di
tahun 2010 sehingga tidak perlu lagi melakukan impor beras dan
jagung. Menurut Dr. Ir. Sutrisno, Kepala Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB-Biogen), Indonesia telah
melakukan penelitian di bidang rekayasa genetika tanaman yang
seimbang bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Namun,
dalam hal komersialisasi produk transgenik tersebut, Indonesia dinilai agak
tertinggal. Melalui BB-Biogen, berbagai riset tanaman
transgenik yang meliputi padi, kedelai, pepaya, kentang, ubi jalar, dan tomat, masih terus
dilakukan oleh Indonesia. Pada tahun 2010, sebanyak 50% dari kedelai impor yang
digunakan di Indonesia merupakan produk transgenik yang di antaranya
didatangkan dari Amerika Serikat. Hal ini menyebabkan sebagian besar produk olahan kedelai, seperi tahu,tempe, dan susu kedelai telah
terbuat dari tanaman transgenik.
Untuk mengatur keamanan pangan dan
hayati produk rekayasa genetika seperti tanaman transgenik, Menteri Pertanian, Menteri Kehutanan dan Perkebunan, Menteri Kesehatan, dan Menteri Negara Pangan dan Hortikultura telah mengeluarkan keputusan
bersama pada tahun 1999. Keputusan tentang "Keamanan Hayati dan
Keamanan Pangan Produk Pertanian Hasil Rekayasa Genetika Tanaman"
No.998.I/Kpts/OT.210/9/99; 790.a/Kptrs-IX/1999; 1145A/MENKES/SKB/IX/199;
015A/Nmeneg PHOR/09/1999 tersebut mengatur dan mengawasi keamanan hayati dan pangan. Di dalamnya juga
diatur pemanfaatan produk tanaman transgenik agar tidak merugikan, mengganggu,
dan membahayakan kesehatan manusia, keanekaragaman hayati, dan lingkungan.
DETEKSI TANAMAN TRANSGENIK
Strip untuk mendeteksi jagung transgenik.
|
Mesin untuk reaksi berantai polimerase (PCR).
|
Untuk mendeteksi dan membedakan
tanaman transgenik dengan tanaman alamiah lainnya, telah dikembangkan beberapa
teknik dan perangkat uji. Salah satu uji kualitatif yang cepat dan sederhana
adalah strip aliran-lateral (semacam tongkat ukur). Benih tanaman yang
akan diuji dihancurkan terlebih dahulu kemudian strip tersebut dicelupkan ke
dalamnya. Apabila dalam waktu 5-10 menit muncul dua garis pada strip maka
sampel tersebut positif merupakan tanaman transgenik, sedangkan bila hanya satu
pita yang didapat maka hasil yang diperoleh adalah negatif. Teknik ini
berdasarkan pada deteksi keberadaan protein atau antibodi spesifik
dari tanaman transgenik
Uji lain yang dapat digunakan untuk
mendeteksi tanaman transgenik adalah reaksi berantai polimerase (PCR) dan ELISA (enzyme-linked
immunosorbent assay). Uji PCR merupakan salah satu metode diagnostik
molekular yang mendeteksi DNA atau genpada tanaman transgenik
secara langsung. Sementara itu, ELISA dan strip aliran-lateral merupakan
metode imunodiagnostik (metode diagnostik menggunakan prinsip reaksi antigen-antibodi) yang
mendeteksi protein hasil
ekspresi gen pada tanaman transgenik.
KESIMPULAN
1. Tanaman transgenik adalah tanaman transgenik dibuat dengan cara
mengambil gen-gen tertentu yang baik pada makhluk hidup lain untuk disisipkan
pada tanaman.
2. Tujuan dari pengembangan tanaman transgenik ini diantaranya
adalah :
a)
menghambat pelunakan buah
(pada tomat)
b)
tahan terhadap serangan
insektisida, herbisida, virus
c)
meningkatkan nilai gizi
tanaman
d)
meningkatkan kemampuan
tanaman untuk hidup pada lahan yang ektrem seperti lahan kering,
lahan keasaman tinggi dan lahan dengan kadar garam yang tinggi.
3. Dampak tanaman
transgenik terhadap
lingkungan, dapat memunculkan
strain virus yang lebih ganas, gulma super yang tahan herbisida.
4. Kekhawatiran terhadap tanaman transgenik yang dapat menimbulkan
keracunan, alergi, dan bakteri pada tubuh manusia akan tahan terhadap
antibiotik.
5. Perlu dilakukan pengujian secara lanjut terhadap produk tanaman
transgenik yang beredar dipasaran agar tidak berdampak negatif bagi manusia dan
lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Tanaman_transgenik
http://id.shvoong.com/exact-sciences/biology/1626834-amankah-mengkonsumsi-tanaman-transgenik/
http://makalahbiologiku.blogspot.com/2010/04/tanaman-transgenik.html
Muladno,
MSA. 2002. Seputar Teknologi Rekayasa
Genetika. Bogor. Pustaka Wirausaha Muda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar