12 Juni 2009

Manohara: beda budaya beda persepsi ....

"Manohara" tiba-tiba menjadi sangat terkenal dan jadi perbincangan, sejak Ibunya mengundang media massa mengekspose kasusnya. Dari berita selebritis sampai headline news dan running teks ada! Kasusnya lebih heboh dari kasus DPT KPU. Bahkan frekuensi pemberitaannya mungkin lebih sering ketimbang berita pemilihan capres-cawapres.


Ada beberapa hal yang berputar-putar di kepala saya:

1. Agak aneh! Aktifis KOMNAS Anak ga bereaksi keras terhadap pernikahan Manohara dan Fakhri, yang notabenenya saat menikah Mano baru berumur 16 tahun (skrg 17 tahun) dengan status masih anak2. Bahkan Mano sendiri belum punya hak memilih kewarganegaraan (US or Indonesia).

2. Saya mengetahui kesultanan Kelantan sebagai salah satu kesultanan yang kukuh menerapkan syariat islam. Di kesultanan ini partai islam menjadi pemenang. Kesultanan kelantan menjadi prototipe keberhasilan penerapan syariat Islam. Sehingga acapkali disebut sebagai miniatur negara Islam. Kesultanan kelantan sendiri sangat menghormati wanita dan ibu, salah satu buktinya adalah penguasa negeri Kelantan memberlakukan peraturan bagi pekerja perempuan yang melahirkan berhak dapat cuti kerja selama dua tahun. Dua tahun, sesuai dengan perintah al qur'an dalam menyusui bayi, dan sesuai dengan teori psikologi perkembangan anak, dua tahun pertama bonding mother-baby punya pengaruh hebat bagi masa depannya.

3. Kelantan syarat dengan syariat Islam, oleh karena itu keluarga besar kesultanan kelantan akan berpendapat: Isteri hanya taat pada suaminya saja untuk perkara yang tidak melanggar syara (bahkan bakti pada orang tua bisa mengalahkan ketaatan pada suami, banyak hadits meriwayat hal tsb). Jika suaminya melarang si isteri keluar rumah, maka ia harus taat. Jika suaminya meminta dilayani maka ia pun harus taat.... Saya memang membaca banyak hadits bahwa ketaatan dan kesabaran seorang isteri melayani suaminya berbuah banyak pahala.... Seorang shahabiyah yang ceritanya diabdikan Alloh lewat surat Mujadalah (perempuan yang menggugat), al kisah...shahabiyah tsb sangat taat dan sabar melayani suaminya yang pemarah, kasar, dan suka memaki......wanita dalam banyak hadits memang disuruh tetap memilih dan taat, walaupun diperkenankan juga mengugat cerai jika tidak mengalami "sakinah mawadah". [Opini dan keinginan dari keluarga kelantan, dalam pandangan islam sebetulnya tidak ada salahnya. Tidak ada salahnya seorang isteri melayani suaminya, jika si suami berkehendak.....dan tidak ada "pemerkosaan" jika sudah menikah. Tidak ada salahnya juga orang tua mempelai menginginkan cucu. Karena pada hakekatnya adalah perkawinan dalam islam bertujuan untuk melanjutkan keturunan.

3. Manohara adalah anak blasteran dan mengenyam pendidikannya di Barat, sehingga ia paham benar tentang hak-hak dirinya sesuai dengan persepsi barat. Misalnya hak reproduksi dan seksual. Jika ia menolak melayani, walaupun itu suaminya sendiri, maka jika suami memaksa akan terkatagori sebagai pemerkosaan. Dalam ranah hukum barat, pemerkosaan atau tidak akan dibuktikan lewat visum. Dalam ranah islam, yang disebut pemerkosaan BUKAN dilihat ada pemaksaan atau tidak, tetapi lebih pada SIAPA PELAKU PEMERKOSAAN ITU. Jika yang melakukan adalah suaminya, maka tidak terkatagori pemerkosaan. Phsycological abuse......dalam ranah persepsi barat, tetap dianggap sebagai bulliying bahkan abuse....bahkan karena Mano masih anak2 bisa terkatagori children abuse.
Persepsi Mano ga salah, karena memang Mano memperoleh pendidikan dari Barat.

4. Anak sekecil Mano, menentukan untuk menikah dini??? Dari berbagai cerita pernikahan dini, semuanya bermuara pada ambisi orang tua, bukan keinginan anak sendiri. Syaidina Abu Bakar yang sangat menyanyangi sahabatnya Muhammad saw, menginginkan jalinan yang lebih baik lagi dari sekedar sahabat, maka ia meminta nabi muhammad saw menikahi anaknya, Aisyah yang masih kecil. Sebagai bentuk penghormatan dan tidak ingin menyinggung Abu Bakar, tidak mungkin bagi Baginda Mulia Rasulullah saw menolak. Penolakan Nabi saw akan menyakiti abu bakar sahabat yang paling dipercayai dan disayanginya. Maka diterimalah nikahnya Aisyah oleh Nabi saw. Mungkin pernikahan Ulfah dengan Syeikh Poeji juga karena ambisi orang tua. Bagaimana pernikahan Mano dan Fakhri??? Peran orang tua tentu sangat besar dalam mendorong terlaksananya pernikahan tsb...apapun motifnya. Pada pelaksanaannya, Aisyah dan Ulfah yang dibekali dengan agama yang kuat oleh keluarganya dan juga cinta kasih dari suaminya merasa aman dan nyaman dalam biduk keluarganya, sehingga Aisyah tidak pernah mengajukan cerai pada Nabi saw, walaupun ia isteri salah satu dari ke-9 isteri Nabi saw. Ulfa dipaksa bercerai oleh KOMNAS ANAK, tetapi ia tidak mau bercerai dari Syeikh Poeji. Bagaimana dengan Mano??

5. Ind-Malaysia adalah negara serumpun, ibarat kakak dan adik. Indonesia sebagai sang Kakak punya tabiat mengalah, sabar, dan mengayomi. Tetapi sang adik arogan, licik, dan ingin menang sendiri. Tapi karena kakak-beradik (sifatnya buruk-buruk papan jati), ya gitu akur lagi..akur lagi, sebagaimana pun buruknya si Adik dalam membajak batik, reogponorogo, angklung, merampas sipadan dan ligitan, memamerkan kekuatan angkatan lautnya dan menantang angkatan laut RI, ngadodoho Ambalat, sadisnya perlakuan terhadap TKI, dan sinis dan iri terhadap kemajuan Ind.

Jadi persoalan Mano memiliki kompleksitas dari mulai perbedaan:
1. Budaya dan prespsi barat (liberalis) dan timur (islam),
2. Ambisi orang tua (konflik internal keluarga)
3. Konflik politik Ind-Malaysia

Lebih diperparah dan aneh lagi, urusan rumah tangga Mano-Fakhri menjadi konsumsi publik, dan segala aib yang terjadi dalam rumah tangga mereka dikeluarkan semua..........apakah televisi kita tidak punya berita yang lebih bisa membangun bangsa?
Tags: opini

Tidak ada komentar: